1.
1. Definisi
dari :
a. Sintaksis
berasal dari kata yunani (sun yang berarti “dengan” dan tattein yang berarti “menempatkan”) secara etimologi sintaksin
berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat.
Sintaksis membahas hubungan antar kata dalam tuturan. Unsur dalam sintaksis
adalah frase, klausa, dan kalimat.
b. Frase/frasa
adalah unsur sintaksis yang terdiri atas dua unsur atau lebih yang tidak
predikatif.
c. Klausa
adalah unsur sintaksis yang terdiri atas dua unsur atau lebih yang predikatif
(memiliki predikat diantara unsurnya). Klausa juga merupakan satuan gramatikal
yang terdiri dari predikat, baik disertai subjek, objek, pelengkap dan
keterangan.
d. Kalimat
sebagai alat interaksi dan kelengkapan pesan atau isi yang akan disampaikan,
kalimat juga didefinisikan sebagai susunan kata-kata yang teratur yang berisi
fikiran yang lengkap. Kalimat juga merupakan satuan sintaksis yang disusun dari
konstituen dasar yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila
diperlukan, serta disertai intonasi final.
2. Gejala
morfofonemik
Gejala morfofonemik adalah gejala
perubahan, penambahan, pengurangan fonem pada morfem dasar.
Gejala morfofonemik bahasa sunda
(pada morfem dasar) meliputi :
a. Metatesis
Dikatakan
metatesis bila terjadi perubahan tempat pada bentuk dasar, seperti pada:
-
Dalu “matang sekali” menjadi ladu
-
Aduy “hancur” menjadi ayud
b. Protesis
Bila
terjadi penambahan fonem pada awal bentuk dasar (fonem inisial) dikatakan
protesis, seperti pada :
-
Ai “sebutan gadis/perempuan” menjadi nyai
-
Jeung “dan” menjadi eujeung
-
Rok “erok” menjadi erok
-
Akang “sebutan untuk kakak laki-laki
menjadi kakang
c. Paragoge
Dikatakan
paragoge apabila diakhir bentuk dasar ada fonem yang ditambahkan, seperti pada
:
-
Kitu “demikian” menjadi kituh
-
Sia “kamu” menjadi siah
-
Ema “emak” menjadi emah
d. Epentesis
Gejala
bahasa ini terjadi bila ada fonem yang disisipkan ke dalam bentuk dasar,
seperti pada :
-
Kade “hati-hati” menjadi kahade
-
Eunteup “hinggap” menjadi euntreup
e. Aferesis
Gejala
bahasa ini terjadi bila terdapat pengurangan pada awal (fonem inisial) bentuk
dasar, seperti pada :
-
Aceuk “kakak perempuan” menjadi ceuk
-
Arék “akan” menjadi rek
-
Bapa “bapak” menjadi apa
-
Pilari “cara ; lihat” menjadi ilari
f. Sinkope
Gejala
bahasa ini terjadi bila fonem medial (tengah) dikurangi, seperti pada:
-
Ambeh “supaya” menjadi abeh
-
Jumlah “jumlah” menjadi jumlah
-
Kandektur “kondektur” menjadi kanektur
g. Apakope
Gejala
bahasa ini terjadi bila fonem final (akhir) pada bentuk dasar dikurangi,
seperti pada :
-
Italia “italia” menjadi itali
-
Absent “absen” menjadi absen
-
Kamp “kamp” menjadi kam
-
Ituh “itu” menjadi itu
h. Asimilasi
-
Asimilasi progresif terjadi bila fonem
yang berada dibelakang salah satu fonem pada bentuk dasar terpengaruh oleh
fonem yang didepannya, hingga berubah (luluh)
menjadi fonem yang berada didepannya, seperti pada :
Gambar “gambar menjadi gamar
Jumlah “jumlah” menjadi jumlah
Kanderon “kanderon” menjadi kaneron
-
Asimilasi regresif terjadi bila fonem
yang ada di belakang dari bentuk dasar itu dapat mempengaruhi fonem yang ada di
depan, seperti pada :
Gepluk (KA-jatuh) menjadi kepluk
Gaplok (KA-untuk menampar) menjadi kaplok
Guprak (KA-jatuh) menjadi kuprak
i.
Disimilasi
-
Disimilasi progresif yang terjadi bila
satu fonem pada bentuk dasar berubah akibat pengaruh fonem yang sama yang ada
didepannya, seperti pada :
Laleut “lalat” menjadi lareur
Leler “sadar” menjadi lerer
Lulur “lulur” menjadi lurur
-
Disimilasi regresif yang terjadi bila
satu fonem akibat pengaruh fonem yang sama yang ada di belakangnya berubah
menjadi fonem lain, seperti pada :
Ruruntuk “bekas” menjadi luruntuk
Siraru “laron-bhs.jawa” menjadi silaru
Raris “sangkat laku” menjadi laris
Tonton “tonton” menjadi tongton
3. Gejala
morfofonemik dalam proses morfemis
Gejala morfofonemik dalam proses
morfemis terjadi pada pembentukannya kata jadian atau pembentukan morfem
kompleks. Gejala morfofonemik yang terjadi dalam proses morfemis ini berupa :
1) Alomorf
Alomorf adalah anggota morfem yang telah ditentukan
posisinya (morfem yang berlainan atau disebut juga varian morfem). Bahasa sunda
memiliki alomorf :
a.
Alomorf
paN
Alomorf
paN terjadi bila prefiks pa-
bergabung dengan bentuk dasar yang memiliki fonem inisial tidak dapat mengalami
nasalisasi. Prefiks pa- bisa
bergabung dengan bentuk dasar (misalkan
Pa- + tani = patani “petani”)
Contoh
prefiks paN- + bentuk dasar = N (minus nasalisasi)
Pa-
+ goreng + -an = panggorengan “alat untuk menggoreng”
Pa-
+ balik + -an = pangbalikan “tempat pulang”
Pa-
+ jajan + -an = pangjajanan “tempat jajan”
b. Alomorf paNa-/maNa-
Alomorf paNa- (panga-) dapat berbentuk bila bentuk
dasar dengan pa- + -keun
bergabung, pa- memiliki
alomorf panga- atau pang- seperti
pada :
Garo “garuk” + pa- + -keun = panggarokeun, pangagarokeun “tolong garukan”
Gantung
“gantung” + pa- + -keun =
panggantungkeun, pangagantungkeun “tolong gantungkan”
Pa-
+ rampid “bawa sekalian” + -keun = pangrampidkeun, pangarampidkeun “tolong bawa
sekalian”
Alomorf manga- terjadi dalam pembentukan makna aktif
bitransitif (pa- + N- -mang (a)-), dan
paN(a)- terjadi dalam pembentukan kategori gramatikal aktif imperatif bitransitif
(unsur penolong secara inheren).
Alomorf maN(a)-
terbentuk bila bentuk dasar bergabung dengan sufiks –keun + prefiks maN(a)-,
seperti pada :
Gubrag
(KA untuk jauh) + maN(a)- + -keun =
manggubragkeun, mangagubragkeun “membantu menjatuhkan”
Gunting
+ maN(a)- + -keun = mangguntingkeun,
mangaguntingkeun “membantu mengguntingkan”
Gambar
+ maN(a)- + -keun = manggambarkeun,
mangagambarkeun “membantu menggambarkan”
c. Alomorf -(a)na
Alomorf -(a)na
terjadi bila sufiks –na bergabung
dengan bentuk dasar + sufiks yang berakhir dengan fonem /n/, seperti –an, -eun, -keun. Contoh alomorf -(a)na :
Gajih “gaji” + -an + -na =
gajihanana “terima uang gajinya”
Buruh “upah”
+ -an + -na =
buruhanana “upahnya”
Dahar “makan”
+ -an + -na = daharanana “beri makannya”
Béja “berita”
+ -keun + -na = béjakeunana “beritahukannya”
Dongéng “cerita” + -keun + -na =
dongéngkeunana “ ceritakannya”
Bikeun “berikan” + -keun + -na = bikeuneunana “apa-apa yang akan
diberikan”
Sapu “sapu” + -keun + -na = sapukeunana “apa-apa yang akan disapu”
d. Alomorf N-
(nasal)
Alomorf
nasal terbentuk bila terjadi nasalisasi pada bentuk dasar, dalam membentuk makna
aktif, seperti pada :
Béré “beri” + N- =
méré “memberi”
Tambur “tambur” +N- = nambur “memainkan tambur”
Jieun “buat” + N- = nyieun “membuat”
Kaca “kaca” + N- = ngaca “bercermin”
Kaidah
perubahan fonem inisial (awal) menjadi fonem nasal berdasarkan fonem konsonan
yang homogen, sebagai berikut :
Konsonan
inisial : konsonan
N- :
/b/
dan /p/ menjadi /m/
/t/ menjadi /n/
/c/,
/j/, /s/ menjadi //
/k/,
dan /g/ menjadi /ng/
2) Sandhi
Berdasarkan
jenis fonem, sandhi dapat dibedakan :
a. Sandhi
vokal
Sandi
vikal terjadi bila dua fokal yang berderet luluh, dan sandhi vokal yang ada di
dalam bahasa sunda sebagai berikut :
i
+ a = é, seperti pada : pesantrian – pesantrén “pesantren”
a
+ i = e, seperti pada : saewu-sewu “seribu”
a
+ é = é, seperti pada : kaédanan – kédanan “tergila-gila”
a
+ a = a, seperti pada : kasusastraan – kasusastran “kesusastraan”
a
+ u = o, seperti pada : kaucap – kocap “tersebutlah”
a
+ o = o, seperti pada : kaondangan – kondangan “pergi ke undangan”
u
+ a = u, seperti pada : pagupuan – pagupon “kandang merpati”
b. Sandhi
konsonan
Sandhi
konsonan terjadi dalam proses morfemis yang disebut dwipurwa (pengulangan
silabe inisial) dengan N-(ng),
seperti pada :
Sireum
“semut” menjadi singsireumeun atau sisireumeun “kesemutan”
Daun
“daun” menjadi dangdaunan atau dadaunan “dedaunan”
Boros
“anak tumbuh-tumbuhan” menjadi bongborosan “bermacam-macam boros”
Seureud
“sengat” menjadi seungseureudan atau seuseureudan “bermacam-macam penyengat”
4. Gejala
morfofonemik dalam pembentukan frasa
Gejala morfofonemik dalam rangka
pembentukan frasa cenderung menunjukan ekonomisasi bahasa. Hal tersebut dapat
terjadi melalui “
1) Morfem
pertama mengalami apakope, contoh :
Kumaha
dinya menjadi kumahadinya “terserah kamu”
Atuh
da menjadi atuda “habis begitu”
2) Morfem
pertama mengalami sinkope, contoh :
Coba
heg menjadi caheg “silahkan coba”
3) Morfem
kedua mengalami aferesis, contoh :
Silaing
mah menjadi silaingah “kamu sih”
4) Morfem
pertama mengalami sinkope dan morfem kedua mengalami aferesis, contoh :
Déwék
mah menjadi dékah “saya sih”
Kelas
kata dari kata-kata berikut ini :
1. Sajaba à konjungsi
2. Ti à preposisi
3. Bungbuahan à nomina
4. Dibahanan à nomina
5. Ogé à kecap panganteb
6. Lauk à nomina
7. Ngahaja à verbal
8. Ngala à verba
9. Heula à adverbia
10. Di à preposisi
11. Balong à nomina
12. Beulah à adverbia
13. Kalér à adverbia
14. Da à preposisi
15. Di à preposisi
16. Dinya à adverbia
17. Mah à kecap panganteb
18. Laukna à nominal
19. Baradag à nomina
Tidak ada komentar:
Posting Komentar