KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim,
Assalamu’alaikumWr.
Wb.
Puji
beserta syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan
Karunia-Na sehingga tersusunlah makalah ini. Shalawat dan Salam semoga
tercurahkan kepada baginda Rasulullah SAW.
Terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu, sehingga tersusunlah makalah ini.
Yang mana kami memberikan judul pada makalah ini “Kritik Postkolonial dalam
Novel Siti Rayati”. Yang disusunnya makalah ini untuk lebih jelas lagi
menerangkan tentang apa itu kritik postkolonial dan penerapannya.
Tidak
lupa juga penyusun ingin mengucapkan maaf apabila dalam penyusunan makalah ini
banyak kekurangan dan terdapat kata-kata yang tidak dipahami oleh pembaca,
mohon dimaklum.
Terima
kasih
Wassalamu’alaikumWr.
Wb.
Jatinangor, Oktober 2014
Penyusun
Daftar Isi
Bab I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penulisan
makalah ini berdasarkan atas tugas Mata Kuliah Teori Sastra. Selain itu untuk
menambah wawasan bagi para mahasiswa yang ingin mengkaji tentang sastra dan
kesusastraan khususnya sastra yang ada di tatar sunda ini.
Makalah
tentang Kritik postkolonial ini sangatlah penting untuk dikaji bagi para
mahasiswa yang ingin memperdalam dan mengkaji lebih jauh lagi tentang sastra
yang setelah dan bahkan sedang adanya kolonial.
Kritik
poskolonial muncul sebagai kategori yang berbeda baru pada tahu 1990an. Kritik
poskolonial memperoleh ketenarannya melalui pengaruh buku-buku seperti : In Other World (Gayatri Spivak, 1987), The Empire Writes Back (Bill Ashcroft,
1989), Nation and Narration (Homi
Bhabha, 1990) dan Culture and Imperialism
(Edward Said, 1993).
Menurut
Alfian teori poskolonial ini juga merupakan suatu teori kritis yang coba
mengungkapkan akibat-akibat yang ditimbulkan oleh kolonialisme.
1.2 Rumusan Masalah
a.
Apa itu kritik poskolonial?
b.
Bagaimana
perkembangan kritik poskolonial?
c.
Hal apa saja
yang dilakukan oleh kritikus poskolonial?
d.
Bagaimana
sinopsis novel Siti Rayati?
e.
Dibagian mana
adanya pendekatan poskolonial dalam novel Siti Rayati?
1.3 Tujuan Perumusan Makalah
a.
Sebagai tugas
mata kuliah Teori Sastra.
b.
Untuk mengetahui
bagaimana kritik poskolonial dalam dunia sastra.
c.
Untuk mengetahui
lebih luas lagi bagaimana kritik poskolonial dalam novel Siti Rayati.
1.4 Kerangka Teori
Kritik
poskolonial muncul sebagai kategori yang berbeda baru pada tahun 1990an.
Misalnya saja kritik poskolonial tidak disebutkan di edisi pertama A Reader’s Guide to Contemporary Literary
Theory-nya Selden (1985) atau A
Concise Glossary of Contemporary Literari Theory-nya Jeremy Hawthorn
(1992). Kritik poskolonial memeroleh ketenaran melalui pengaruh buku-buku
seperti : In Other World (Gayatri
Spivak, 1987), The Empire Writes Back
(Bill Ashcroft, 1989), Nation and
Narration (Homi Bhabha, 1990), dan Culture
and Imperialism (Edward Said, 1993).
Efek
penting dari kritik poskolonial adalah lebih lanjut merongrong pernyataan
universal yang dulu dibuat atas nama sastra oleh kritikus humanis liberal. Jika
kita menyatakan bahwa sastra besar memiliki makna yang tanpa batas waktu dan
universal, maka kita menurunkan kedudukan dan mengabaikan perbedaan kultural,
social, regional, dan nasional dalam hal pengalaman dan pemandangan. Sehingga
kita lebih menghakimi semua sastra standar yang tunggal , dianggap “universal”.
1.5 Metode Kajian
Dalam
mengkaji makalah ini kami menggunakan referensi buku Beginning Theory oleh Petter Barry (2010 : 223), dan novel Siti
Rayati karya Mohammad sanoesi (1923).
Menurut
Patter Barry dalam bukunya Beginning
Theory (2010 : 230) bahwa kritik poskolonial memusatkan perhatian pada
isu-isu perbedaan budaya dalam teks sastra dan merupakan satu dari sekian
pendekatan kritik yang telah dibahas sebelumnya, yang berfokus pada isu khusus
termasuk isu gender (kritik feminis), kelas (kritik marxis), da orientasi
seksual (kritik gay/lesbian).
Selain
dari pendapat yang dikemukakan oleh Patter Barry kita juga menggunakan pendapat
dari Edward Said dalam membahas poskolonial. Edwar W.Said yang dengan lantang
mengkeritik hegemoni barat dengan timur lewat gagasannya, Orientalisme. Said
mengkritik kontruksi idiologis barat atas timur dalam karya besarnya,
orientalisme, yang terbit pada tahun 1978. Meskipun said bukan orang pertama yang
mengkritik barat. Namun, Orientalisme telah menelanjangi
kepentingan-kepentingan barat. Orientalisme menjadi narasi terbesar
kolonialisme dalam bentuk studi, penulisan dan penciptaan image mengenai timur.
Secara sederhana, sebagaimana said mengatakan, orientalisme dapat
diartikan sebagai cara memahami dunia timur karena “kekhususannya”, menurut
cara pandang dan pengalaman orang-orang eropa.
Bab II
PEMBAHASAN
Poskolonial, dari akar kata post + colonial
secara harfiah berarti paham mengenai teori yang lahir sesudah zaman kolonial. Teori
poskolonial dapat didefinisikan sebagai teori kritis yang mencoba mengungkapkan
akibat-akibat yang ditimbulkan oleh kolonialisme (Ratna, 2008 :120).
Menurut Foulcher dan Day (2008:4) postkolonial
adalah salah satu kritik sastra yang mengkaji atau menyelidiki karya sastra
tentang tanda-tanda atau pengaruh kolonial. Unsur-unsur postkolonial dapat
ditemukan dalam karya satra seperti cerpen, puisi, novel dan drama.
Nyoman Kutha Ratna dalam bukunya, Postkolonialisme Indonesia
Relevansi Sastra (2008:81-82) mengemukakan lima pokok pengertian postkolonial, yaitu
a.
menaruh perhatian untuk
menganalisis era kolonial,
b.
memiliki kaitan erat dengan
nasionalisme,
c.
memperjuangkan narasi kecil,
menggalang kekuatan dari bawah, sekaligus belajar dari masa lampau untuk menuju
masa depan,
d.
membangkitkan kesadaran bahwa
penjajahan bukan semata-mata dalam bentuk fisik, melainkan juga psikis, dan
e.
bukan semata-mata teori,
melainkan kesadaran bahwa banyak pekerjaan besar yang harus dilakukan, seperti
memerangi imperalisme, orientalisme, rasialisme, dan berbagai bentuk hegemoni
lainnya.
Kritik poskolonial muncul sebagai kategori yang
berbeda barupa pada tahun 1990an. Misalnya saja, ia tidak disebutkan di edisi
pertama A Reader’s Guide To Contemporary Literar-nya Selden (1987) atau A
Concise Glossary Of Contenporary Literary-nya Jeremy Hawthorn (1992).
Kritik poskolonial memeroleh ketenaranya melalui pengaruh buku-buku seperti :
In Other World (Gayatri Spivak, 19897); The Empire Writes Back (Bill
Ashcroft, 1989); Nation And Narration
(Homi Bhabha, 1990); dan Culture And Imprealism (Edward Said, 1993).
Koleksi penting dari esai-esai yang relevan (walau tidak menggunakan istilah
“Poskolonialisme”) adalah “Race”, Writting And Difference (1986),
dicetak ulang dari dua terbitan jurnal Critical Inquiry, dan diedit oleh
Henry Louis Gates, Jr, salah satu dari sosok-sosok amerika yang terbaik
dibidangnya.
Efek penting dari kritik poskolonial adalah lebih lanjut merongrong pernyataan
universal yang dulu dibuat atas nama sastra oleh kritikus humanis liberal. Jika kita menyatakan bahwa sastra bias rmemiliki makna yang
tanpa batas waktu dan universal, maka kita menurunkan kedudukan dan mengabaikan perbedaan kultural,
sosial, regional, dan nasional dalam hal pengalaman dan pandangan. Sehingga kita lebih menghakimi semua sastra dengan standar yang
tunggal, dianggap “Universal”. Jadi, misalnya pernyataan rutin tentang latar ”Wessex” dalam
novel Hardy adalah latar tersebut merupakan kanvas tempat Hardy menggambarkan, menelaah aspek-aspek mendasar dan universal
dari kondisi manusia. Jadi buku-buku Hardy tidak dianggap sebagai novel-novel yang secara khusus bersifat regional, historis atau maskulin, atau putih atau kelas pekerja mereka hanyalah
novel-novel, dan dibangun dengan sikap seperti ini maka mereka menimbulkan asumsi bahwa cara menulis dan mempresentasikan realitas seperti ini merupakan norma yang tidak harus dipertanyakan, sehingga situasi-situasi
yang digambarkan didalamnya mewakili semua bentuk interaksi manusia yang mungkin. Universalisme semacam ini ditolak oleh kritikus poskolonial;
setiap kali makna universal dinyatakan untuk sebuah karya, pada saat itu pula norma dan praktik putih,
Eropa-sentrik sedang dipromosikan oleh tangan gaib ke status yang tinggi, dan semua yang lainya secara berhubungan diturunkan keperan pembantu dan pinggiran.
Nenek moyang kritik poskolonial dapat dilacak ke Wretched Of
The Earth-Nya Frantz Fanon, diterbitkan di prancis pada tahun 1961,
dan menyuarakan yang disebut “Perlawanan Kultural” terhadap
imperium-nya Prancis. Fanon (seorang psikiater dari Martinique) berargumen bahwa langkah pertama bagi orang yang terjajah untuk mendapatkan suara identitas adalah dengan menuntut ulang masa lalu mereka. Selama berabad-abad kekuasaan Eropa yang
menjajah telah merendahkan masa lalu mereka, memandang periode prakolonialnya sebagai tempat orang
buangan pra-peradaban, atau sebagai ruangan kosong prasejarah. Anak-anak, baik hitam maupun putih, akan belajar untuk melihat bahwa sejarah, budaya, dan kemajuan dimulai dari pandangan orang-orang Eropa. Jika langkah pertama menuju perspektif colonial adalah mengklaim kembali masalalu seseorang,
maka langkah kedua adalah mengikis ideology kolonialis yang digunakan untuk masalalu tersebut.
Jadi, buku utama lainya, yang dikatakan memulai kritik poskolonial dengan sesuai adalah Orientalism-nya Edward Said(1987), yang merupakan yang merupakan pembedahan spesifikuniversalisme ero-esntrik
yang membenarkan baik superiotasnya eropa atau barat dan inferioritasnya non Eropa dan non Barat. Said mengindentifikasi tradisi budaya Eropa ”Orientalisme”
yang merupakan cara khusus dan sudah berjalan lama untuk mengidentifikasi Timur sebagai
“Liyan” dan inferior terhadap Barat. Orang Timur, kata Said, dalam benak barat bercirikhas“
sebagai diri pengganti, dan bahkan diribawah-tanah”(Literature In The Moderen World, ed. Dennis
Walder, hlm.236). Pada hakikat nya ini berarti bahwa Timur menjadi tempat penyimpanan, atau proyek aspek-aspek diri Barat yang
tidak mau akui (kekejaman, sensualitas, kemerosotan, kemalasan dan seterusnya). Pada saat yang
sama, dan secara paradoks, Timur di pandang sebagai wilayah eksotik, mistik dan menggairahkan
yang menakjubkan. Seperti yang dikatan Said, setelah mengutip contoh petugas administrasi colonial pada tahun 1907
tentang kehidupan di Damaskus,”dalam pernyataan-pernyataan seperti itu kita dapat mencatat bahwa ”Orang-orang
Arab” atau “Arab” memiliki aura keterpisahan, kejelasan dan konsistensi-dirikolektif
yang seakan menghapus setiap jejak Arab perseorangan dengan sejarah-sejarahkehidupan yang dapat dinarasikan.
Hal-hal
yang dilakukan kritikus postkolonial
a. Menolak
klaim universalisme yang dibuat atas nama sastra barat kanon dan mencoba
menunjukan keterbatasan pandangan mereka terutama ketidak mampuan umumnya untuk
berempati melampaui batas perbedaan budaya dan etnis.
b. Menelaah
representasi budaya-budaya lain dalam sastra sebagai cara meraih ujungnya.
c. Menunjukan
betapa sastra semacam ini sering mengelak dan secara krusial diam terhadap
persoalan yang berkaitan dengan kolonialis dan imperialism.
d. Mengedepankan
pertanyaan-pertanyaan tentang perbedaan dan keberanekaragaman budaya dan
menelaah sikapnya dalam karya-karya sastra yang relevan.
e. Merayakan
hibriditas dan polivalesi budaya, yaitu situasi tempat individu dan kelompok
secara simultan termasuk pada lebih dari satu budaya (misalnya budaya penjajahan,
melalui sistem sekolah kolonial dan budaya terjajah, melalui tradisi lokal dan
oral).
f. Mengembangkan
perspektif yang tidak hanya dapat diterapkan pada sastra-sastra postkolonial,
tempat kondisi keterpinggiran, pluralitas, keliyanan yang tampak dipandang
sebagai sumber-sumber energi dan perubahan potensial.
Sebuah
novel karangan Mohammad Sanoesi (Cimaragas, Ciamis, 1889 – Jakarta, 8 Oktober
1967) ini menceritakan tentang kehidupan masyarakat pribumi dari kontrakan
ragasirna pada zaman kolonial belanda.
Kebanyakan masyarakat dari kontrakan ragasirna tersebut bekerja sebagai pemtik
teh di perkebunan Tuan Steenhart. Tuan steenhart itu memiliki watak yang kasar
dan kejam tetapi setelah dia bertemu dengan seorang pekerjanya yang bernama
Fatimah siakap dia berubah menjadi baik. Setelah beberapa kali tuan Steenhart
bertemu dengan Fatimah dia mulai merasa tertarik dan jatuh hati pada Fatimah.
Hampir
setiap hari tuan Steenhart mengirimkan banyak makanan dan uang untuk Fatimah,
sejak saat itu Fatimah merasa takut ada sesuatu dibalik kebaikan tuan Steenhart
tersebut. Dan ternyata benar, suatu hari ketika tuan Steenhart ke perkebunan
tersebut dia menjebak Fatimah lalu melakukan hal-hal yang tidak wajar
(memerkosa) terhadap diri Fatimah. Setelah beberapa hari, Fatimah jatuh sakit
dan ia tidak bekerja seperti biasanya. Hampir setiap hari selama Fatimah sakit
ia diberikan uang dan makanan oleh Tuan Steenhart melalui pembantunya. Setelah
merasa baikan Fatimahpun kembali memetik teh. Pada hari pembagian gaji Fatimah
sengaja dipanggil paling akhir dan disuruh untuk mengambil gajinya sendiri ke
rumah tuan Steenhart. Sebelum ke rumah tuan Steenhart, Fatimah sudah
perprasangka tidak enak terhadap dia. Dan ternyata benar saja Fatimah diperkosa
untuk kedua kalinya lagi-lagi dia tidak bisa melakukan perlawanan terhadap tuan
steenhart.
Setelah
hampir dua bulan Fatimah tidak datang bulan, Fatimah merasa tidak enak badan
dan melakukan pemeriksaan ke dukun beranak. Ternyata benar dia hamil dan
disarankan oleh dukun beranak itu untuk meminta pertanggung jawaban pada orang
yang telah menghamilinya. Ketika Fatimah datang menghampiri tuan Steenhart untuk
meminta pertanggung jawaban dia malah diusir dan dicampakan. Setelah saat itu
dia meninggalkan kontrakan ragasirna dengan keadaan sedih dan sedang
mengandung.
Setelah
tiba saatnya Fatimah melahirkan diperjalanan, di sebuah saung yang ada di
tengah-tengah kebun setelah itu ia meninggalkan anaknya dan ada orang yang
menemukan anaknya lalu mengangkatnya sebagai anak. Orang yang mengangkat anak
Fatimah itu bukan orang biasa mereka adalah saudagar kaya pada waktu itu. Anak
Fatimah diberi nama Siti Rayati karena ditemukan di desa cirayati. Siti Rayati
tumbuh dewasa dan sangat pintar. Setelah orang tua angkatnya meninggal dia
hidup sendiri dan ditemani oleh pembantunya yang tak lain adalah Ibu kandungnya
sendiri (Fatimah). Sebelum ia mengetahui semuanya Siti Rayati menceritakan
kisah hidupnya dan ternyata terbukti bahwa Siti Rayati adalah anak Fatimah.
Suatu hari Siti Rayati membaca surat kabar bahwa ada seorang warga belanda yang
meninggal karena dipukuli warga akibat perbuatan dia yang tidak sopan terhadap
warga yang tak lain adalah tuan Steenhart ayah kandungnya sendiri.
Kini
Fatimah sudah bertemu kembali dengan anak yang telah dibungnya dan hidup
bahagia tanpa gangguan dari tuan Steenhart.
Dari
novel Sti Rayati karangan Mohammad Sanoesi ini banyak sekali pendekatan
poskolonial mulai dari bahasa yang digunakan dalam percakapan-percakapan dalam
novel tersebut menggunakan bahasa sunda, melayu dan juga belanda. Hal itu
terbukti pada kutipan :
“Jaya!”
manéhna nyalukan jongosna, “coba juragan minta bréndi én bawa dus sigarét.”
“Bréndi
sareng plésna baé juragan?”
“Ya,
én bilang sama koki én kebon, wengi ini ulah mulih bisi dateng juragan ti
kontrakan Margaluyu.”
Dari
kutipan diatas kita bisa mengetahui bahwa hal tersebut terjadi pada zaman
kolonial. Dan masih banyak lagi kutipan-kutipan yang menerangkan tentang
poskolonial.
Daftar Pustaka
Barry, Peter. 2010. Beginning Theory. Yogyakarta : Jalasutra
Sanoesi, Moh. 2013. Siti Rayati. Bandung : Kiblat Buku Utama